BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki
abad ke-21 yang merupakan era globalisasi, sektor peternakan menghadapi tantangan yang lebih besar karena dari sisi
kualitas maupun kuantitas, produksi peternakan yang dihasilkan harus mampu
bersaing di pasar domestik maupun internasonal, untuk itu pemerintah membuat
kebijakan-kebijakan di sektor peternakan. Salah satu kebijakkan pemerintah
dalam sub sektor peternakan di Indonesia adalah diterbitkannya S.K. Mentri
Pertanian No.326/KPTS/TN/120/1990, tentang ketentuan dan tata cara pemberian
ijin dan pendaftaran peternakan di Indonesia.
Selain
kebijakan pemerintah yang di buat oleh pemerintah, usaha untuk meningkatkan sub sektor di bidang
peternakan pelu diimbangi oleh pengetahuan peternak dalam mengelola usaha di
bidang peternakan. Saat ini, peternak cukup jeli dalam menentukan jenis usaha
peternakan yang masih mempunyai peluang besar jika dilihat dari segi
ekonomisnya. Salah satunya adalah peluang usaha dalam peternakan unggas,
misalnya ayam pedaging.
Menurut
AAK (1996), ayam pedaging adalah jenis ayam jantan maupun ayam betina muda yang
berumur sekitar 5 - 7 minggu, yang dipelihara secara intensif guna memperoleh produksi daging yang optimal.
Secara
genetik, ayam pedaging sengaja
diciptakan sedemikian rupa sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat
segera dimanfaatkan hasilnya.
Ayam
pedaging ini memiliki sifat - sifat baik, antara lain adalah:
1.
Dagingnya empuk, kulitnya licin dan
lunak, sedangkan tulang rawan dada belum membentuk tulang yang keras.
2.
Ukuran badan besar dengan lingkar dada
lebar, padat dan berisi.
3.
Efisiensi terhadap makanan cukup tinggi
dan sebagian besar dari makanan yang dikonsumsi diubah menjadi daging.
4.
Pertumbuhan atau pertambahan berat badan
cukup cepat.
Widyastuti (2000) menyatakan bahwa
produktivitas ayam pedaging di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini di
sebabkan antara lain jumlah ternak yang dipelihara, kurangnya pemanfaatan
sumberdaya, rendahnya kualitas bibit, rendahnya keterampilan peternak dalam
mengelola ternak termasuk pengendalian hama penyakit, faktor pakan yang dapat
menghambat usaha peternakan. Di sisi lain, permintaan akan hasil ternak yang
meliputi daging, telur, susu, dan hasil olahannya yang terus meningkat seiring
dengan semakain meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi. Usaha ayam
pedaging meskipun tidak harus dalam skala besar, dapat menambah pendapatan
peternak atau minimal dapat memenuhi kebutuhan keluarga akan protein.
Manajemen
yang baik sangat penting dalam menjalankan usaha peternakan ayam pedaging. Manajemen
atau tata laksana berfungsi untuk mengendalikan semua aktifitas di peternakan
seacara terpadu dan singkron guna mencari keuntungan (Rasyaf, 1995).
Kegiatan
manajemen oleh Indarto, dkk (1990) di bagi menjadi dua kelompok kegiatan, yang
pertama yaitu: kegiatan manajemen yang penting untuk unggas meliputi pemberian
alas, pakan dan kegiatan yang bersangkut - paut dengan kesehatan unggas dan
kedua yaitu: bersangkut - paut secara langsung terhadap keberhasilan usaha
peternakan, juga secara tidak langsung terhadap unggas yakni: bibit, pakan, dan
minum, perkandangan dan pencegahan penyakit, proses penyiapan dan pemasaran
hasil produksi dan evaluasi hasil usaha peternakan ayam pedaging.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
uraian di atas, maka permasalahan yang diketahui dan diamati dalam pelaksanaan
PKL di peternakan ayam pedaging milik Bapak Simon Petrus ini adalah: Bagaimana
manajemen pemeliharaan ayam pedaging di peternakan milik Bapak Simon Petrus di
Desa Ensalang, Kecamatan Sekadau Hilir, Kab. Sekadau, Provinsi Kalimantan
Barat. Meliputi; bibit, sistem perkandangan, penanganan kesehatan, pemberian
pakan dan minum, serta bagaimana penanganan pasca panen?
1.3
Tujuan
Praktek Kerja
Lapang ini bertujuan:
1.
Untuk mengetahui manajemen pemeliharaan
ayam pedaging di peternakan milik Bapak Simon Petrus di Desa Ensalang, kec.
Sekadau Hilir, Kab. Sekadau yang meliputi; bibit, sistem perkandangan,
penanganan kesehatan, pemberian pakan dan minum serta penanganan pasca panen
dan menganalisis kenyataan di lapangan dan membandingkan dengan teori.
1.4
Manfaat
Mafaat
yang diperoleh dari pelaksanaan PKL ini diharapkan menjadi sarana untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menentukan pola tata
laksan pemeliharaan ayam pedaging secara benar serta diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan informasi bagi peternak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bibit
Ayam
pedaging merupakan hasil persilangan dan sistem seleksi yang berkelanjutan dari
bangsa - bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi sehingga mutu
genetiknya bisa dikatakan baik. Sebagai hasil genetika bangsa yang berlangsung
sangat lama, ayam pedaging menuntut beberapa persyaratan antara lain:
1.
Membutuhkan kondisi lingkungan tertentu,
dan sangat responsif terhadap perubahan beberapa parameter lingkungan
2.
Pengelolaan yang tepat terhadap produk
akhir
3.
Sangat responsif terhadap perubahan
perlakuan (Abidin, 2002).
Menurut
AAK (1986) faktor yang mempengaruhi pendapatan pada usaha ternak ayam pedaging
adalah bibit dan mortalitas. Bibit merupakan jumlah seluruh anak ayam yang
dibeli dan dipelihara. Mortalitas merupakan keseluruhan kematian yang terjadi
dalam pemeliharaan ayam pedaging.
Berbagai
macam starin ayam pedaging telah
banyak beredar di pasaran sehingga peternak tidak perlu risau dalam menentukan
pilihannya, sebab seluruh strain yang
telah beredar memiliki sama daya produktivitas relatif sama halnya dengan
artinya, jikalaupun terdapat perbedaan, tidak terlalu menyolok dengan kata lain
kemungkinan sangat kecil sekali.
Adapun
strain ayam pedaging yang banyak beredar
di pasaran diantaranya, yakni: A.A 70, Arbor arcres, Brahma, Bromo, Cornish, CP
707, Euribrid, Hybro, hypeco-Broiler, Goto, Hubbard, hayline, H & N, Indian
river, ISA, Kim cross, Langshans, Lohman 202, Marshal “m”, Missouri, Pilch,
Ross, Shaver Starbro, Super 77, Sussex, Tatum, Tegel 70, Vdett, Yabro (Anonimous, 2003).
2.2 Perkandangan
Persyaratan perkandangan yang harus
dipenuhi oleh peternak antara lain:
1.
Lokasi kandang harus jauh dari keramaian
atau pemukiman penduduk
2.
Lokasi mudah di jangkau dari pusat
pemasaran
3.
Sirkulasi udara baik, dan mendapatkan
cahaya matahari yang cukup
4.
Lokasi kandang dekat dengan sumber air,
serta aman dari gangguan binatang predator (Anonimous, 2007)
Lokasi
terpilih bersifat menetap artinya tidak mudah terganggu oleh keperluan lain
selain untuk peternakan (Anonimous,
2007).
Menurut
Supriyatna (2005) penggunaan kandang harus disesuaikan dengan kapasitas
tampungnya. Populasi yang terlalu padat akan mengakibatkan ayam menderita
cekaman, sehingga berdampak pada penurunan laju pertumbuhan dan produksi.
Sebaliknya, populasi yang terlalu rendah mengakibatkan efisiensi penggunaan
kandang rendah.
Sedangkan
menurut Fadillah (2007) untuk mencapai fungsi kandang yang efisien, pembangunan
kandang harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Lokasi yang strategis
2.
Konsruksi kandang yang meliputi aspek
ekonomi dan ukuran kandang
3.
Sistem perkandangan
Sistem
perkandangan yang ideal untuk ayam pedaging meliputi persyaratan, meliputi temperatur kandang
berkisar antara 25-320C, sedangkan kelembaban kandang berkisar
antara 60-70%, penerangan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada,
tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi yang cukup dan tidak
melawan arah angin kencang. Model kandang harus disesuaikan dengan umur, umur
1-4 minggu dapat menggunakan kandang box yang dapat dibesarkan secara periodik
sesuai dengan pertambahan umur, untuk ayam pedaging dewasa dapat menggunakan
kandang baterai atau postal.
Tabel 1: Kepadatan Ayam Berdasarkan
Berat Panen (Kandang Terbuka)
Berat
|
Kepadatan
(ekor/m2)
|
0.80
- 0.99
|
11.0
- 11.1
|
1.00
- 1.19
|
10.0
- 10.5
|
1.20
- 1.39
|
9.0
- 9.5
|
1.40
- 1.59
|
8.0
- 8.5
|
1.60
- 1.89
|
7.5
- 8.0
|
>
1.90
|
7.0
- 7.5
|
Sumber:
Anonimous, 2007.
Kepadatan
kandang ayam pedaging, Standar caring
capasity, kelayakan kandang berdasarkan berat panen, kebutuhan kandang
sesuai populasi ayam pedaging, kunci pemeliharaan ayam pedaging berdasarkan
kepadatan ayam.
4.
Peralatan Kandang
Peralatan kandang yang digunakan
untuk menunjang pemeliharaan ayam pedaging yakni meliputi:
- Alas
kandang atau litter yang harus
dalam keadaan kering dan ketebalan 10 cm, bahan alas kandang menggunakan
sekam atau serutan kayu.
- Indukan
atau Brooder, alat ini berbentuk
bundar atau persegi empat, dengan areal jangkauan 1 - 3 m, berbahan bakar
minyak tanah maupun menggunakan gas LPG sebagai sumber energi, berfungsi
untuk menghangatkan DOC pada saat malam dan dikala hujan turun disiang
hari.
- Tempat
pakan dan minum
Tempat
pakan terbuat dari bahan yang kuat, tidak bocor, dan tidak mudah berkarat.
Dimana pada peternakan milik Bapak Simon Petrus, menggunakan wadah pakan dan
minum untuk fase grower finisher
berjumlah 80 buah.
2.3 Pakan
Ayam
pedaging modern terseleksi untuk menghasilkan jumlah daging yang semakin banyak
setiap generasinya. Nutrisi untuk ayam pedaging harus disusun dengan tepat,
persyaratan nutrisi yang di gunakan dalam pakan khususnya untuk periode starter
bukan hanya bertujuan untuk mengetahui biaya produksi pakan, namun juga untuk
mengetahui biaya produksi pakan, namun juga mengarah pada jumlah daging ayam
yang dihasilkan. Pastikan bahwa pakn disusun dengan benar dan tidak ada
defisiensi dalam penambahan bahan - bahn. Kekurangan kandungan garam dalam
pakan akan memberikan efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan
pencapaian hasil keseluruhan (Anonimous, 2008).
Menurut
Utun (2012) teknis pemeliharaan dan kebutuhan ayam pedaging terdapat fase –
fase kebutuhan pakan ayam pedaging sebagai berikut:
a)
Fase pertama hari ke 1 – 7
DOC dipindahkan ke indukan atau
pemanas, segera diberi air minum hangat yang ditambah vitamin untuk daya tahan
DOC dan gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi.
Pakan
dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gr atau 1,3 kg untuk 100 ekor
ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak
dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran
kecil. Lakukan vaksinasi yang pertama pada hari ke - 4.
b)
Fase kedua hari ke 8 – 14
Kebutuhan pakan untuk minggu kedua
adalah 33 gr per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam. Pemeliharaan minggu
kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih
ringan. Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya.
c)
Fase Ketiga hari ke 15 – 21
Kebutuhan pakan adalah 48 gr per
ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada umur 21 hari dilakukan vaksinasi yang
kedua melalui suntikan atau air minum. Pemanas sudah dapat dimatikan terutama
pada siang hari yang terik. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak
diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa
haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak - banyaknya.
d)
Fase Keempat hari ke 22 – 28
Kebutuhan pakan adalah 65 gr per
ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada
siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling
berat badan untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal
mempunyai berat badan minimal 1,25 kg. Kontrol terhadap ayam juga harus
ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit.
e)
Fase Kelima hari ke 29 – 35
Kebutuhan pakan adalah 88 gr per
ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan
adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah
tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga
lantai tetap kering. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan
ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 - 2 kg. Dengan bobot
tersebut, ayam sudah dapat dipanen.
f)
Fase Keenam hari ke 36 – 42
Jika ingin diperpanjang untuk
mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai
kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam
sudah mencapai bobot 2,25 kg.
Tabel 2: Standar Bobot Badan,
Konsumsi Ransum Dan Konversi Ransum.
Hari ke
|
Minggu
|
|||||
Konsumsi
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
1
|
1,0
|
3,5
|
6,0
|
8,0
|
11,0
|
14,0
|
2
|
1,0
|
3,5
|
6,0
|
8,0
|
11,0
|
14,0
|
3
|
1,5
|
4,0
|
6,0
|
9,0
|
12,0
|
14,0
|
4
|
1,5
|
4,0
|
6,0
|
9,0
|
12,0
|
15,0
|
5
|
2,0
|
5,0
|
7,0
|
9,0
|
13,0
|
15,0
|
6
|
2,5
|
5,0
|
7,0
|
10,0
|
13,0
|
15,0
|
7
|
2,5
|
5,0
|
7,0
|
10,0
|
13,0
|
15.0
|
Jumlah
|
12,0
|
30,0
|
45,0
|
63,0
|
85,0
|
102
|
Kumulatif
|
12,0
|
42,0
|
87,0
|
150
|
235
|
337
|
Bobot (gr)
|
120
|
320
|
600
|
870
|
1312
|
1755
|
Konversi Pakan
|
1,0
|
1,31
|
1,45
|
1,72
|
1,79
|
1,92
|
Sumber: Anonimous,
2009.
Contoh:
Diketahui ayam yang di panen 1000
ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama pemeliharaan 3125 kg, maka FCR –
nya adalah:
Berat total ayam hasil panen = 1000
X 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah
angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi)
(Anonimous, 2013)
2.4
Konversi Ransum.
Menurut Rasyaf (2008), konversi
ransum merupakan pembagian antara berat badan yang dicapai dengan minggu
berlangsung dengan konsumsi pada minggu tersebut. Bila rasio yang dihasilkan
kecil, berarti pertambahan berat badan memuaskan peternak, rasio yang diperoleh
selanjutnya dibandingkan dengan rasio pada standar. Konversi ransum inilah yang
sebaiknya digunakan sebagai pegangan berproduksi karena sekaligus melibatkan
berat badan dan konsumsi ransum, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Beberapa Pegangan Berproduksi Untuk Ayam
Pedaging Jantan.
Umur
(minggu)
|
Berat Hidup
|
Konsumsi
Ransum
Seminggu
|
Konversi
Ransum
|
|
Per Akhir
Minggu
|
PBB
Mingguan*
|
|||
Kg
|
||||
1
|
0,13
|
0,08
|
0,14
|
-
|
2
|
0,28
|
0,15
|
0,21
|
1,50
|
3
|
0,49
|
0,21
|
0,36
|
1,69
|
4
|
0,75
|
0,23
|
0,48
|
1,84
|
Sumber:
North, 1978.
Tabel 4. Beberapa Pegangan Berproduksi Untuk Ayam
Pedaging Muda Jantan.
Umur
(minggu)
|
Berat Hidup
|
Konsumsi
Ransum
Seminggu
|
Konversi
Ransum
|
|
Per Akhir
Minggu
|
PBB
Mingguan*
|
|||
Kg
|
||||
1
|
0,05
|
0,31
|
0,58
|
1,91
|
2
|
0,42
|
0,37
|
0,76
|
2,04
|
3
|
0,80
|
0,38
|
0,84
|
2,22
|
4
|
2,19
|
0,39
|
0,92
|
2,38
|
Sumber:
North, 1978.
Tabel 5. Beberapa Pegangan Berproduksi Untuk Ayam
Pedaging Betina Masa Awal (Starter).
Umur
minggu
|
Berat Hidup
|
Konsumsi
Ransum
seminggu
|
Konversi
Ransum
|
|
Per Akhir
Minggu
|
PBB
Mingguan*
|
|||
Kg
|
||||
1
|
0,12
|
0,07
|
0,13
|
-
|
2
|
0,25
|
0,14
|
0,21
|
1,50
|
3
|
0,44
|
0,18
|
0,32
|
1,78
|
4
|
0,66
|
0,21
|
0,41
|
1,94
|
Sumber: North, 1978.
Tabl 6. Beberapa Pegangan Berproduksi Ayam Pedaging
Muda Betina Masa Akhir (Finisher).
Umur
(minggu)
|
Berat Hidup
|
Konsumsi
Ransum
Seminggu
|
Konversi
Ransum
|
|
Per Akhir
Minggu
|
PBB
Mingguan*
|
|||
Kg
|
||||
1
|
0,89
|
0,24
|
0,50
|
2,06
|
2
|
1,18
|
0,28
|
0,63
|
2,21
|
3
|
1,45
|
0,27
|
1,67
|
2,43
|
4
|
1,72
|
0,27
|
0,71
|
2,26
|
Sumber:
North, 1978.
Tabel 7. Beberapa Pegangan Berproduksi Untuk Ayam
Pedaging Muda, Campuran Antara Ayam Pedaging Jantan Dan
Betina.
Umur
(minggu)
|
Berat Hidup
|
Konsumsi
Ransum
Seminggu
|
Konversi
Ransum
|
|
Per Akhir
Minggu
|
PBB
Mingguan*
|
|||
Kg
|
||||
1
|
0,13
|
0,08
|
0,14
|
-
|
2
|
0,27
|
0,14
|
0,21
|
1,52
|
3
|
0,46
|
0,20
|
0,34
|
1,72
|
4
|
0,70
|
0,24
|
0,45
|
1,90
|
5
|
0,97
|
0,27
|
0,53
|
1,97
|
6
|
1,30
|
0,37
|
0,69
|
2,11
|
7
|
1,63
|
0,33
|
0,76
|
2,31
|
8
|
1,96
|
0,33
|
0,83
|
2,53
|
Sumber:
North, 1978
Catatan:
1. Berat hidup per minggu ditimbang
pada akhir minggu yang bersangkutan.
2. Tanda * menunjukkan pretambahan
berat badan (PBB) mingguan
3. Untuk menghitung konsumsi harian,
konsumsi minggu dibagi tujuh (1 minggu = 7)
Menurut
Rasyaf (2008), Tabel 3, 4, 5, 6,
dan 7 merupakan pegangan berproduksi yang bisa dijadikan sebagai tolok ukur.
Cara menggunakannya adalah sebagai berikut:
a.
Pilih sistem pemeliharaan yang akan
dilakukan. Namun, kebanyakan sistem yang digunakan di Indonesia adalah sistem
campuran. Artinya, mulai dari anak ayam dipelihara hingga saatnya dijual, ayam
jantan dan betina dicampur. Pemisahan ayam pedaging hanya dilakukan untuk
tujuan penelitian, terutama pengukuran prestasi ayam pedaging yang berkaitan
erat dengan kelamin ayam, seperti
pertumbuhan, konsumsi ransum, atau konversi ransum. Tolok ukur yang bisa
digunakan sebagai pegangan untuk sistem ini adalah Tabel 7.
b.
Semua tolok ukur seperti konsumsi
ransum, berat badan dan konversi raansum diukur. Hasil yang telah diukur
kemudian dicatat dan dibandingkan dengan angka standar dari Tabel 7 (bila hanya
jantan perbandingannya pada Tabel 3; bila hanya betina perbandingannya adalah
Tabel 5).
c.
Untuk mengukur berat ayam perminggu,
angka rata-rata berat hidup per akhir minggu hasil penimbangan dibandingkan
dengan angka pada Tabel 7. Apabila angka rata-rata penimbangan dipeternakan
untuk minggu pertama sebesar 0,11 kg per ekor dan setelah dibandingkan
dengan Tabel 7 untuk minggu yang sama
tertera 0,13. Dengan demikian, lebih ringan 0,02 kg. Selisih angka perbandingan
tesebut akan menjadi masalah yang serius bila berat yang dihasilkan pada peternakan
jauh lebih rendah daripada berat standar. Hal ini menandakan ada sesuatu yang
tidak beres pada peternakan tersebut.
d.
Oleh karena ransum ayam merupakan
komponen biaya variabel yang terbesar
dalam suatu usaha peternakan ayam, pakan ayam yang tidak diberikan secara tidak
bebas. Peternak tidak menggunakan Tabel 3,
5,
dan 7 sebagai pembanding, sepertihalnya pada berat badan. Namun langsung
menggunakan angka konsumsi pada label ransum pada standar label sebagai
pegangan jumlah pakan yang akan diberikan pada ayamnya. Oleh karena itu, bila
pada sistem campuran konsumsi ransum minggu pertamanya antara jantan dan betina
tertera 0,14 kg maka bila dibagi 7 hasilnya 0,02 kg per hari. Angka inilah yang
kemudian diberikan. Memang, bila dibandingkan dengan ayam yang telah diberi
pakan, jumlah pakan tersebut masih kurang. Namun, hal ini wajar dan sebaliknya
tidak dituruti karena ayam pedaging memang temasuk unggas yang senang sekali
makan. Bila keinginan ayam untuk makan selalu dituruti, biaya pembelian pakan
akan semakin melambung dan tentu bisa membuat peternak mengaalami sedikit
untung atau bahkan rugi.
e.
Pegangan untuk berproduksi yang kerap
kali digunakan adalah konveersi ransum. Angka konversi ransum yang diperoleh dibandingkan dengan angka pada Tabel
6. Dari sini akan diketahui apakah hasil yang diperoleh lebih baik atau
lebihburuk. Tentunya darisejumlah pakan yang diberikan kepada ayam dapat
menghasilkan daging yang lebih banyak karena petanda pemeliharaan yang
dilakukan berlangsung efisien.
2.5 Penanganan Kesehatan
Tidak
diragukan lagi bahwa penyakit yang bisa mempengaruhi bobot badan ayam pedaging
di umur 7 hari. Seperti misalnya bakteri salmonella
yang dapat mengkontaminasi telur dan ayam pedaging sehingga
menyebabkan masalah kesehatan dan
tingkat pertumbuhan yang lambat.
Selain
itu ada beberapa virus yang
berimplikasi terhadap outbreak
penyakit dan mempengaruhi bobot badan serta tingkat keseragaman ayam pedaging.
Banyak pula vaksin hidup yang
digunakan, terutama virus pernafasan
yang akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan. Toxin
atau kandungan obat yang terdapat dalam pakan juga dapat mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ayam pedaging selama 1 minggu pertama. Bobot badan di minggu
pertama sangat penting dan akan menjadi lebih penting untuk perkembangan dimasa
yang akan mendatang karena ayam pedaging akan mengalami terus perubahan.
Berarti bahwa setiap tahun, 1 minggu pertama pemeliharaan ayam pedaging
merupakan persentase terbesar dari total pemeliharaan selama satu periode.
Apabila penanganan dan manajemen di minggu pertama tidak ditangani dengan
optimal, maka pencapaian diproduksi akhir juga tidak akan optimal. Langkah -
langkah yang harus diambil yakni memperhatikan dengan cermat faktor - faktor
tersebut dan langkah selanjutnya dapat merangkum langkah yang tepat terhadap
faktor tersebut (Anonimous,
2008).
2.6 Manajemen Ayam Pedaging Secara Umum
a.
Seleksi
Seleksi biasanya
dilakukan terhadap DOC yang akan dipelihara, hal tersebut dilakukan oleh
perusahaan pembibitan sebelum DOC dikirim. Pelaksanaan pengafkiran dilakukan
oleh peternak dengan cara menyingkirkan ternak yang sakit dan mengalami
kelainan fisik seperti kerdil dan kaki bengkok. Pengafkiran dan pengontrolan
kesehatan dilakukan pagi dan sore hari saat pemberian pakan. Apabila terdapat
ayam pedaging yang terkena CRD, kerdil atau kakinya bengkok, maka segera
dikeluarkan dari kandang.
Ayam pedaging
yang kerdil atau relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang lainnya, namun
terkadang tidak dikeluarkan dari kandang apabila ayam tersebut tampak sehat dan
aktif maka sebaiknya mendapat perlakuan
dalam pemberian pakan.
Culling dilakukan ketika ada ayam yang mengalami kelainan, ayam yang mengalami
kelainan tersebut dikeluarkan dari populasi ayam yang sehat kemudian
ditempatkan pada kandang khusus. Hal ini bertujuan agar ayam yang sehat
tidak terkena dampak dari kelainan ayam lain yang tidak sehat. Menurut Rohman dkk. (2000), kriteria untuk melakukan culling
pada masa pertumbuhan adalah dengan melihat adanya tanda-tanda kelainan atau
cacat yang diderita ayam secara fisik seperti mata satu, jari melengkung, atau
tidak lengkap, paruh silang, ayam sudah tua, ayam
mengidap penyakit dan lain-lain. Ditinjau dari segi ekonomi, pelaksanaan culling sangat menguntungkan peternak.
Sebab makanan yang diberikan pada ayam akan benar-benar dimanfaatkan dengan
baik untuk pertumbuhan maupun produksi. Sebab ayam yang sudah di bawah standar,
diberikan pakan yang baik sekalipun belum tentu memberikan hasil baik.
Waktu
pengamatan perilaku ayam merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian
hasil terbaik. Bukan hanya dari segi pengamatan, namun tindakan yang diambil
saat terjadi penyimpangan dari kondisi normalnya. Pengukuran persentase jumlah
ayam pedaging yang telah mengonsumsi pakan akan membantu kita untuk menilai
apakah manajemen telah berjalan dengan baik.
Untuk
mengevaluasi hal ini, secara sederhana kita dapat meraba tambolok ayam tersebut
dengan jari, tembolok yang penuh akan terasa berisi dengan pakan yang
dikonsumsi, 8 - 10 jam setelah sampai di kandang, sekitar 87% dari total
populasi ayam pedaging memiliki tembolok yang berisi, dalam + 24 jam
seluruh ayam pedaging sudah memiliki tembolok yang berisi pakan.
BAB III
MATERI
DAN METODE
3.1 Waktu Dan Lokasi
Kegiatan
PKL ini dilaksanakan pada tanggal 26 Juli 2012 sampai pada tanggal 27 September
2012, di peternakan Bapak Simon Petrus Desa Ensalang kec. Sekadau Hilir kab.
Sekadau Prov. Kalimantan Barat.
3.2 Khalayak Sasaran
Sasaran dalam pelaksanaan PKL ini
adalah Peternakan Ayam Pedaging Usaha perseorangan milik Bapak Simon Petrus,
yang berada di Desa Ensalang Kec. Sekadau Hilir Kab. Sekadau Prov. Kalimantan
Barat.
3.3 Materi PKL
Materi PKL ini adalah tata laksana
pemeliharaan ayam pedaging dari awal sampai masa panen yang berjumlah 3700 ekor yang mencakup bibit,
perkandangan, pemberian pakan dan minum, penanganan kesehatan ternak, seleksi dan afkir, serta penanganan produksi dan pemasaran.
3.4 Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan PKL yang dilakukan di
peternakan milik Bapak Simon Petrus, yakni sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
PKL dilakukan dengan ikut terlibat langsung dan aktif terhadap kegiatan yang
berhubungan dengan tata laksana pemeliharaan ayam pedaging dari pembibitan
sampai panen.
2. Untuk
menunjang penulisan laporan PKL dilakukan pengumpulan data dengan cara
pengamatan dan pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tata
laksana pemeliharaan ayam pedaging dari awal sampai panen.
3. Data
yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer berasal
dari wawancara dan observasi pencatatan di lapangan, sedangkan data sekunder
berasal dari informasi sumber - sumber yang berkaitan dengan pemeliharaan ayam
pedaging. Data yang diambil diantaranya adalah:
-
Keadaan umum peternakan ayam pedaging.
-
Pengadaan bibit.
-
Perkandangan, luas area kandang,
kapasitas kandang, lokasi dan peralatan yang digunakan sehari-hari.
-
Pemberian pakan dan minum.
-
Penanganan kesehatan ternak, vaksinasi, seleksi dan culling.
-
Perlakuan saat panen dan pemasaran.
3.5 Analisis Hasil Kegiatan PKL
Hasil
PKL ini akan di analisis menggunakan
analisis deskriptif. Metode deskriptip berarti membuat gambaran terhadap
fenomena, menerangkan hubungan, mendapatkan makna dan implikasi suatu masalah
yang ingin dipecahkan (Nazir, 1999).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Lokasi
Dan Waktu Pelaksanaan
Peternakan milik Bapak Simon Petrus
dengan sistem kemitraan dengan perusahaan mitra adalah P.T Charoen Pokphand
Jaya Farm. Lokasi peternakan berada di desa Ensalang Kecamatan Sekadau Hilir,
dengan populasi ternak 3700
ekor. Peternakan Bapak Simon Petrus ini sendiri didirikan pada tahun 2009 yang
telah menjalani pemeliharaan ayam pedaging selama 3 periode, yang berlokasi di
Desa Ensalang Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan
Barat.
Menurut
Wiharto (1997) suhu 25ºC sesuai untuk pertumbuhan yang maksimal. Namun dalam
kenyataan pertumbuhan ayam pedaging dapat maksimal walau suhu 30ºC seperti di
Indonedia.
Sedangkan
untuk di daerah tropis seperti di Kalimantan Barat sendiri dengan suhu yang
ektrem, berkisar antara 26 – 37ºC hal ini dipengaruhi letak geografis Provinsi
Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis
3º20'LS-2º30'LU107º 40' - 114º 30' BT pada peta bumi. Berdasarkan letak
geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan Barat tepat dilalui oleh
garis Khatulistiwa (garis lintang 0º) tepatnya di atas Kota Pontianak. Karena
pengaruh letak geografis ini pula, maka Kalimantan Barat adalah salah satu
daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang
tinggi, yang menyebabkan suhu di Kalimantan Barat terasa panas saat siang hari,
(Agusmincom, 2009).
Menurut
Sunarti dan Yuwono (1997) yang
menerangkan syarat lokasi kandang untuk ayam pedaging yakni :
a.
Lahan yang akan dipakai memang
dialokasikan untuk lahan peternakan (secara administratif
dapat di peroleh informasinya dari pemda setempat)
b.
Lahan tersedia dengan harga terjangkau
dan sesuai dengan perhitungan tingkat keuntungan dan modal yang tersedia.
c.
Jauh dari keramaian tetapi masih
terjangkau oleh jalur transpotasi.
d.
Sebaiknya berjarak minimal 250 m dari
peternakan lain serta 1 km dari peternakan bibit ayam.
e.
Sedapat munkin jauh dari pemukiman
penduduk.
f.
Dekat dengan jalur listrik untuk
menjamin penerangan lingkungan kandang maupun pemakaian alat-alat yang
menggunakan listrik.
g.
Dekat dengan konsumen.
h.
Lahan cukup luas untuk membangun segala fasilitas serta kemungkinan
pengembangannya.
4.2
Sistem
Pemeliharaan
Sistem
pemeliharaan yang dilakukan pada peternakan ini adalah system all in
all out, menurut Indarto, dkk, system all in all out artinya adalah sekelompok unggas yang sama
umurnya dipelihara dalam waktu yang sama pula, sistem ini digunakan karena
pemeliharaan yang singkat, yaitu sekitar 30 hari.
Sedangkan lama pemeliharaan atau produksi
broiler Bapak Simon Petrus ini berkisar 30 – 45 hari.
Antara periode pertama
dengan berikutnya dilakukan istirahat kandang selama dua minggu, untuk
dilakukan pembersihan kandang dan suci hama pada kandang dan peralatannya,
serta persiapan kandang untuk produksi selanjutnya.
Kebutuhan air untuk produksi
dipenuhi dari air kolam yang kemudian ditampung pada drum air dengan kapasitas
6000 liter, dimana pendistribusiannya dibantu dengan pompa listrik. Kebutuhan
penerangan kandang pada malam hari dan pendistribusian air, dapat terpenuhi
karena lokasi kandang telah terdapat sambungan PLN.
4.3
Bibit
Strain
ayam pedaging yang dipelihara saat pelaksanaan PKL sampai sekarang yakni strain CP 707 dengan bobot DOC 37 gram
dengan bulu dan kulit kaki berwarna kuning. Pada saat broiler ini dewasa, warna
bulu akan berubah menjadi putih. Bibit yang diperoleh dari breeding farm yakni : PT.
Charoen Pokphan Jaya
Farm dan di distribusikan oleh PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm sebagai mitra
peternakan Bapak Simon Petrus, hal ini dilakukan agar kebutuhan sebanyak 3700 ekor dapat terpenuhi untuk
setiap satu periode. DOC yang dibeli yakni strain
ayam pedaging CP 707 yang dipilih berdasarkan daya tahan terhadap penyakit,
pertumbuhan yang sangat cepat, dan mampu mencapai bobot badan yang tinggi dalam
30 - 45 hari.
4.4
Perkandangan
Sebelum
dilakukan pemeliharaan untuk periode berikutnya, pada peternakan ini
dilaksanakan tahapan yang berkaitam dengan hal – hal tentang persiapan kandang.
Hal – hal yang menyangkut persiapan kandang tersebut, antara lain :
a.
Pembersihan kandang dengan menggunakan desinfektan yakni dengan menggunakan
larutan formalin.
b.
Pembersihan terhadap peralatan kandang.
c.
Penataan terhadap peralatan kandang.
Pembersihan kandang dan
peralatan kandang dilaksanakan pada saat kandang dalam keadaan masa istirahat.
Untuk penataan dan persiapan peralatan kandang dilaksanakan tiga hari sebelum
DOC datang. Rasyaf (1995) menjelaskan bahwa kandang anak ayam dibersihkan dengan
menggunakan desinfektan yang dicampur
dengan air bersih, kemudian dibiarkan beberapa saat dan tidak boleh dimasuki
oleh sembarang orang. Semua peralatan, termasuk indukan, wadah pakan dan wadah
minum disterilkan. Setelah perlakuan sterilisasi
dilakukan selesai tahapan selanjutnya menyusun tata letak peralatan kandang.
4.4.1.
Kandang
Pada
peternakan milik Bapak Simon Petrus, jenis kandang yang digunakan untuk
pembibitan ayam pedaging adalah jenis kandang panggung. Alas kandag yang terbuat dari bilah – bilah kayu/reng,
yang dipasang dengan jarak 2 – 3 cm.
Adapun tujuan dari
pemberian jarak terbut yakni guna mempermudah proses pembuangan kotoran ternak
yang langsung jatuh ke tanah. Dinding
kandang terbuat dari bilah - bilah kayu yang diberi jarak + 10 – 12 cm,
yang kemudian pada bagian luar kandang ditutup dengan terpal yang dapat
dikontrol guna menjaga sirkulasi udara tetap terjaga. Atap kandang bertipe
monitor yang umumnya dipakai pada kandang luas dan tertutup serta atap kandang
terbuat dari bahan seng (corrugated iron),
fluktuasi cukup luas, hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Wiharto (2009).
Kandang pada peternakan ini membujur
dari arah timur ke barat, sehingga mendapat pencahayaan sinar matahari pada
pagi hari dalam jumlah yang cukup. Selain itu, disekitar kandang terdapat
pepohonan yang menaungi dan juga terdapat areal persawahan yang berjarak tidak
terlalu jauh dari letak perkandangan yang dapat menstabilkan kandang dari
hembusan angin yang terlalu keras dan memberikan kesejukan udara di sekitar
kandang.
Jumlah kandang yang ada di
peternakan milik Bapak Simon Petrus memiliki dua buah kandang ayam pedaging
yang berukuran sama, yakni panjang kandang 80 m² dan lebar kandang 8 m²,
sehingga luas kandang masing – masing adalah 640 m² pada luas kandang di isi 3700 ekor, jadi kapasitas kandang 7
ekor per m². Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyatna (2005), yang
menyatakan bahwa kapasitas kandang tidak boleh terlalu padat untuk mengurangi
cekaman dan laju pertumbuhan yang lambat dan populasi yang rendah menyebabkan
efisiensi penggunaan kandang rendah.
Tabel 8. Pengaruh
Kepadatan Ruang Terhadap Berat Badan Dan Mortalitas Ayam Broiler.
Kepadtan Ruang
(Ekor/m²)
|
Rata-Rata
Berat
Badan Ayam
(kg)
|
Mortalitas
(%)
|
9
|
1,87
|
2,1
|
8
|
1,86
|
2,3
|
7
|
1,84
|
2,6
|
6
|
1,82
|
3,0
|
5
|
1,79
|
3,6
|
4
|
1,75
|
4,5
|
3
|
1,70
|
5,8
|
Disederhanakan
dari North (1978).
Selain bangunan kandang juga
terdapat sebuah bangunan gudang kecil yang berjarak tidak terlalu jauh dari
kandang, yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan pakan dan peralatan kandang
yang sudah dibersihkan, dan juga di sekitar kandang dibuat parit kecil guna
mengaliri air agar kandang tidak tergenang saat hujan tiba. Kemudian juga
terdapat sebuah bangunan yang berfungsi untuk tempat penyimpanan kotoran ternak
yang sudah di masukkan kedalam karung plastik yang nantinya sudah siap diambil
para pembeli untuk di jadikan sebagai pupuk tanaman buah – buahan dan tanaman
sayuran.
1. Peralatan
dan perlengkapan kandang
Perlengkapan kandang yang terdapat
pada peternakan milik Bapak Simon Petrus meliputi wadah pakan, wadah minum
otomatis, brooder (indukan) dan
peralatan menunjang seperti tabung LPG 50 kg, dua buah selang air, ember, sapu,
serta lampu penerangan.
Wadah pakan yang digunakan ada dua
macam, yakni wadah pakan jenis feeder
tray untuk DOC dan wadah pakan gantung untuk grower serta finisher.
Jumlah dan peggunaan wadah pakan ini disesuaikan dengan umur ayam yang
dipelihara, dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel
9. Macam Wadah Pakan Dalam Kandang Saat Pelaksanaan PKL
Umur
Ayam (hari)
|
Macam
Wadah Pakan
|
Jumlah
Wadah Pakan/ekor
|
Cara
Penempatan
|
1 – 12
|
Wadah Pakan feeder tray
|
192 buah/4500
ekor
12 unit DOC
per sket
|
Diletakan di
lantai kandang
|
13 – 35
|
Wadah Pakan
Gantung
|
192 buah/4500
ekor
24 buah/4500
ekor
|
Digantung di
tali penggantung
|
Wadah
minum yang digunakan pada peternakan ini adalah wadah minum gantung. Jumlah dan
cara penempatan tempat minum disesuaikan dengan umur ayam yang dipelihara,
dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Macam Wadah Minum Dalam Kandang Saat Pelaksaan
PKL
Umur
Ayam (hari)
|
Jumlah
/ ekor
|
Cara
Pemakaian
|
1 – 12 hari
|
10 buah/4500
ekor
|
Diletakan di
lantai dengan alas potongan papan persegi empat
|
13 – 35 hari
|
20 buah/4500
ekor
80 buah/4500
ekor
|
Digantung 25 %
di tali penggantung
|
Untuk brooder atau indukkan sendiri pada peternakan milik Bapak Simon
Petrus ini menggunakan brooder
persegi empat yang di sediakan oleh pihak mitra. Sedangkan untuk cara pemakaian
brooder dengan menggunakan bahan
bakar LPG yang berukuran 50 kg dilakukan sampai ayam berumur empatbelas hari
(dua minggu). Brooder biasanya
dinyalakan mulai pukul 15.00 sampai pukul 08.30 WIB.
Untuk cara pemakaian brooder sebagai berikut :
a.
Umur 1 – 5 hari : tinggi brooder 100 cm dengan posisi digantung
sedikit ketengah agak ketepi.
b.
Umur 6 – 12 hari : tinggi brooder 100 cm dengan posisi digantung
ketepi sedikit ketengah.
Sedangkan tirai
yang digunakan untuk menutupi bagian luar kandang pada peternakan milik Bapak
Simon Petrus terbuat dari plastik (terpal), pemakaian tirai sebagai berikut :
a.
Umur 1 – 5 hari : tirai masih belum dibuka
b.
Umur 6 – 14 hari : tirai dibuka dan
ditutup sesuai dengan kebutuhan
c.
Umur 15 hari : tirai dibuka penuh mulai pukul 08.00 – pukul 15.00 WIB atau
sesuai dengan kebutuhan.
4.5
Pemberian
Pakan Dan Minum
Pakan yang
diberikan secara tak terbatas atau ad
libitum. Pakan yang diberikan di produksi PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm
dengan ketentuan berdasarkan umur broiler :
a.
Umur 1 – 10 hari, ransum lengkap BR I
b.
Umur 11 – 21 hari, lansum lengkap BR I
c.
Umur 22 sampai dijual, ransum lengkap BR II
Adapun
kandungan zat pakan ransum lengkap BR I,
dan BRII dapat dilihat sebagai
berikut :
a)
Kandungan zat pakan ransum lengkap BR I diberikan pada ayam pedaging umur
1 – 7 hari atau 10 hari sampai ayam berumur 11 – 21 hari, dapat dilihat pada
tabel 11.
Tabel
11. Kandungan Zat Pada Pakan Ransum Lengkap BR I
Komplit Butiran Masa Awal Anak Ayam Pedaging
|
||
Kadar air
|
Max
|
13.0
%
|
Protein
|
21.0
– 23.0 %
|
|
Lemak
|
Min
|
5.0
%
|
Serat
|
Max
|
5.0
%
|
Abu
|
Max
|
7.0
%
|
Calcium
|
Min
|
0.90
%
|
Phosphor
|
Min
|
0.60
%
|
Bahan – bahan
yang di pakai antara lain : Jagung, Dedak, Tepung Ikan, Bungkil Kedelai,
Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa, Tepung Daging, Tepung Tulang, Pecahan Gandum,
Bungkil Kacang Tanah, Canola, Tepung Daun, Vitamin, Calcium, Fosfat, dan Trace
Mineral.
b)
Kandungan zat pakan ransum lengkap BR II diberikan pada ayam pedaging pada
saat ber umur 22 hari sampai dijual, dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel
12. Kandungan Zat Pada Pakan Ransum lengkap BR II.
Komplit Butiran Masa Akhir Anak Ayam Pedaging
|
||
Kadar air
|
Max
|
13.0
%
|
Protein
|
19.0
– 21.0 %
|
|
Lemak
|
Min
|
5.0
%
|
Serat
|
Max
|
5.0
%
|
Abu
|
Max
|
7.0
%
|
Calcium
|
Min
|
0.90
%
|
Phosphor
|
Min
|
0.60
%
|
Bahan
– bahan yang dipakai antara lain : Jagung, Dedak, Tepung Ikan, Bungkil Kedelai,
Bungkil Kelapa, Tepung Daging dan Tulang, Pecahan Gandum, Bungkil Kacang Tanah,
Tepung Daun, Canola, Vitamin, Calsium, Fosfat dan Trace Mineral.
Menurut
Supriyatna
(2005) ayam pedaging mengonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi
kelansungannya proses – proses biologi dalam pertubuhan secara normal, sehingga
proses pertumbuhan dan produksi dapat berjalan dengan optimal.
Pemberian
pakan yang efisien harus memperhatikan kandungan energi dan kandungan zat – zat
makanan sesuai dengan kebutuhan atau tujuan usaha peternakan.
Pemberian
pakan oleh pekerja yang ada dipeternakan milik Bapak Simon Petrus ini dilakukan
tiga kali sehari, yakni pukul 07.00 – 08.00 kemudian 12.00 – 13.00 dan 16.00 –
17.00 WIB.
Dengan
pemberian pakan secara ad libitum,
dapat dicapai konversi pakan dan pertambahan bobot badan yang diinginkan. Untuk
pemberian pakan per ekor per periode di peroleh konversi pakan 1,8 dan
efisiensi pakan 0,6 %.
Air
minum yang diberikan secara tak terbatas berasal dari kolam dikhususkan yang
telah ditampung pada drum air dengan kapasitas 6000 liter. Sementara pembersihan wadah
minum dilakukan setiap dua hari sekali untuk umur (finisher), guna menjaga wadah minum tetap bersih dari kotoran sisa
pakan ternak yang menempel pada paruh broiler, kemudian sisa air minum dibuang.
Untuk pemberian vitamin dan antibiotik dilarutkan kedalam air minum.
4.6
Penanganan
Kesehatan Ternak
Dalam
upaya menjaga kesehatan ayam pedaging yang dipelihara, maka diperlukan sanitasi
kandang dan peralatannya, vaksinasi secara teratur, serta perlakuan penunjang
kesehatan ayam.
Sanitasi
dilakukan setelah masa panen dan masa sebelum pemeliharaan berikutnya (saat
istirahat kandang selama dua minggu), antara lain dengan membersihkan kandang
dan melakukan penyaputan air kapur pada kandang.
Pembersihan kandang dilakukan sehari
setelah panen, yaitu dengan membersihkan sisa liter yang ada dalam kandang,
selain itu dilakukan pula pembersihan dinding dan atap kandang. Setelah keadaan
dalam kandang bersih, kemudian baru dilakukan penyaputan seluruh bagian kandang
dengan air kapur.
Tirai plastik, wadah pakan, dan
wadah minum dicuci dengan menggunakan air kolam yang telah melalui proses
penampungan pada drum air dicampur dengan desinfektan,
segera setelah masa panen.
Wadah
yang telah bersih kemudian dikeringkan, dan disimpan ke tempat penyimpanan
peralatan kandang guna menghindari terkontaminasi.
Program pencegahan penyakit untuk
ayam pedaging di peternakan milik Bapak Simon Petrus, meliputi :
1)
Vaksinasi
Vaksinasi
yang digunakan pada peternakan ini adalah ND Emultion, ND Colone, ND La Sota,
Gumboro. Vaksinasi ND dilakukan sebanyak tiga kali selama pemeliharaan.
Vaksinasi ND yang
pertama dilakukan pertama pada DOC dengan cara spray. Vaksinasi Gumboro
dilakukan satu minggu setelah vaksinasi ND I, yaitu melalui air minum.
Vaksinasi ND II dilakukan pada umur
delapan belas hari dan vaksinasi ND III pada umur dua puluh enam hari, melalui
air minum.
Vaksinasi I
melalui penyemprotan dan mealui air minum menggunakan ND La Sota. Untuk
vaksinasi 1000 dosis dengan 30 ml pelarut yaitu susu skim. Cara pemakaian dengan penambahan
pelarut sampai setengah botol, ditutup kembali dan dikocok hingga homogen.
Vaksinasi
dilakukan pada pagi hari, satu jam broiler sebelumnya dipuasakan. Program
pemberian vaksin seluruhnya dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel
13. Program Pemberian Vaksinasi Pada Saat PKL
Umur (hari)
|
Nama vaksin
|
Cara Pemberian
|
4
|
ND
La Sota
|
Air
minum
|
14
|
IBD
|
Air
minum
|
18
|
ND
Colone
|
Air
minum
|
26
|
ND
Emultion
|
Air
minum
|
27
|
ND
Emultion
|
Air
minum
|
Pelaksanaan
pemberian vaksinasi pada peternakan ini sesuai dengan pernyataan Fadillah
(2007) yaitu program vaksinasi meliputi beberapa hal sebagai berikut :
1. Tipe
vaksin
a. Vaksin
virus hidup
b. Vaksin
yang dilemahkan
c. Vaksin
yang dimatikan
2. Cara
pelaksanaan vaksinasi
a. Tetes
mata
b. Tetes
hidung
c. Melalui
mulut
d. Suntik
daging
e. Suntik
bawah kulit
f.
Melalui air minum
g. Semprot
atau spray
h. Tusuk
jarum
i.
Melalui pakan
3. Ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika melaksanakan vaksinasi
a. Kondisi
umur broiler
b. Jadwal
kegiatan vaksinasi
c. Laporan
kegiatan vaksinasi
4. Menghindari
faktor yang bisa mematikan vaksin.
Walaupun sudah
melaksanakan program vaksinasi sesuai syarat yang ditetapkan, peternak
mengalami kegagalan panen karena banyak ayam pedaging terserang ND. Hal ini dikarenakan
kelalaian dalam perlakuan vaksinasi, salah satunya adalah membuang botol vaksin
virus hidup secara sembarangan di sekitar lokasi kandang.
2)
Pemberian
Vitamin dan Antibiotik
Perlakuan penunjang kesehatan ayam
pedaging ini meliputi pemberian vitamin dan antibiotik yang ditambahkan kedalam
air minum, serta perawatan pada kandang diharapkan sanitasi yang terjaga dengan
baik.
Vitamin
yang digunakan pada peternakan milik Bapak Simon Petrus ini adalah: Vita
Chicks, Vita Stress, Therapy, Broiler Vita. Sedangkan antibiotika yang digunakan adalah palmotil. Program pemberian
vitamin dan antibiotika serta cara
pemberiannya dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel
14. Program Pemberian Vitamin dan Antibiotika
Umur (hari)
|
Nama Vitamin
atau Antibiotika
|
Cara Pemberian
|
S air (liter)
|
1-3
|
Vita
Chicks *Ã…
|
1
gr Vita Chicks/lt air
|
60
|
3-5
|
Vita
Stress Ã…
|
1
gr Vita Stress/lt air
|
100
|
6-9
|
Palmotil
Ã…
|
1
ml Palmotil/2 lt air
|
120
|
12-16
|
Broiler
Vita *
|
1
gr Broiler Vita/lt air
|
100
|
28-32
|
Therapy
|
1
gr Therapy/lt air
|
120
|
Ã… Antibiotik * Vitamin
4.7
Afkir
Dalam
upaya menjaga kualitas ayam pedaging yang dihasilkan, maka dilakukan program seleksi dan afkir pada peternakan ini. Seleksi biasanya dilakukan terhadap DOC
yang akan dipelihara, hal tersebut dilakukan oleh perusahaan pembibitan sebelum
DOC dikirim. Pelaksanaan pengafkiran dilakukan oleh peternak dengan cara
menyingkirkan ternak yang sakit dan mengalami kelainan fisik seperti kerdil dan
kaki bengkok. Pengafkiran dan pengontrolan kesehatan dilakukan pagi dan sore
hari saat pemberian pakan. Apabila terdapat ayam pedaging yang terkena CRD,
kerdil atau kakinya bengkok, maka segera dikeluarkan dari kandang. Ayam
pedaging yang kerdil atau relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang lainnya,
namun terkadang tidak dikeluarkan dari kandang apabila ayam tersebut tampak
sehat dan aktif maka sebaiknya mendapat
perlakuan dalam pemberian pakan. Pelaksanaan afkir selain dilakukan setiap hari juga dilakukan saat vaksinasi
dan panen.
Sedangkan
tingkat kematian selama per periode adalah 10 % dan kondisi tetentu angka
kematian tersebut dapat meningkat atau menurun sesuai dengan kondisi dan
ketahanan ayam pedaging tersebut terhadap perubahan suhu dan penyakit. Maka
dalam peternakan ini dilakukan seleksi
dan culling secara teratur untuk
menanggulangi tingkat kematian dan penyebaran penyakit lebih meluas lagi yang
disebabkan gejala ND.
4.8
Penanaganan
Produksi dan Pemasaran
Pemanenan yang
dilakukan pada peternakan ayam pedaging milik Bapak Simon Petrus ini dilakukan
dini hari dan sore hari, pada saat ayam pedaging berumur 45 hari dengan bobot
badan 2 – 2,5 kg. 4 jam sebelum dipanen, dilakukan pemuasaan terlebih dahulu,
apabila ayam pedaging tidak jadi dipanen pada hari itu maka sore hari ayam
pedaging diberi pakan dalam jumlah terbatas. Pada saat panen ayam pedaging
dikumpulkan setiap 25 pada tempat khusus, kemudian ditimbang. Setelah ditimbang
ayam pedaging di letakkan pada kotak – kotak yang telah disiapkan oleh pembeli
untuk diangkut dengan mobil. Jumlah ternak yang dipanen pada periode ini,
didapati kisaran 14 ton dengan angka kematian ternak berjumlah 200 ekor atau 0,05% dari 3700 populasi ternak ayam pedaging
mulai dari saat pemeliharaan bibit sampai panen.
Pemasaran ayam pedaging yang dipanen dilakukan oleh
pembeli yang telah ditentukan oleh pihak mitra. Sedangkan untuk harga per kg
ayam pedaging hidup sesuai dengan harga kontrak yakni berkisar antara Rp.
23.000 – 26.000/kg/ekor.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari
pelaksanaan PKL yang dilakukan untuk mempelajari manajemen pemeliharaan ayam
pedaging di lokasi peternakan Bapak Simon Petrus tersebut adalah: Lokasi
peternakan strategis dan telah memenuhi syarat, sistem usaha yang dilakukan
adalah sistem usaha kemitraan sehingga pengadaan bibit yaitu strain CP 707 disediakan oleh pihak
kemitraan. Pelaksanaan perkandangan secara umum dapat dikatakan cukup memenuhi
standar dan arah pembangunan kandang. Peralatan kandang sudah memenuhi kriteria
pengadaan peralatan kandang yang secara periodik selalu dijaga kebersihannya.
Pelaksanaan vaksinasi dilakukan secara teratur namun penanganan pasca vaksinasi
belum dilakukan dengan baik yang menyebabkan kegagalan vaksin, masih terdapat ayam pedaging yang terserang gejala ND.
Pemanenan ternak ayam pedaging dilakukan pada umur 30 – 45 hari, yang dilakukan
sendiri oleh perusahaan mitra pada dini hari dan sore hari dengan bobot badan yang
mencapai 2 – 2,5 kg dengan harga Rp. 23.000 – Rp. 26.000/kg/ekor. Jumlah ternak
yang dipanen pada periode ini didapati kisaran 14 ton dengan angka kematian
ternak sejumlah 200 ekor atau
0,05% dari keseluruhan populasi pada saat awal pemeliharaan
sampai panen.
5.2
Saran
Berdasarkan
hasil kegiatan yang telah dilakukan dan dari kesimpulan di atas, maka saran
yang dapat diberikan bagi peternak dalam pengelolaan peternakan ayam pedagingnya
adalah sebagai berikut :
Agar
kematian dan kegagalan dalam beternak ayam pedaging dapat ditekan, maka penanganan
pasca vaksinasi perlu diperhatikan. Perlu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan untuk penanganan DOC yang baik,. perlunya sanitasi kandang yang baik guna meminimalisir kegagalan dalam
pemeliharaan ayam pedaging pada waktu pasca panen. Membuat recording
pemberian Vaksin, membuat recording panen, dan recording penangannan kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
AAK.1986, Beternak Ayam Pedaging, Kanisius. Yogyakarta.
Abidin Z., 2002, Meningkatkan Ayam Ras Pedaging, Agro Media Pustaka. Jakarta.
Agusmincom.,
2009, Letak Wilayah dan Keadaan Umum
KalBar http://infokalimantan.wordpress.com/2009/06/05/letak-wilaya-kalbar/, diakses 17 April 2013.
Anonimous, 013. Budidaya Ayam Pedaging (Broiler), http://teknisbudidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-ayampedaging- broiler.html, di akses 07 mei
2013.
Anonimous,
2003, menelusuri jejak Strain - strain Ayam Ras Terpilih http://www.poultryindonesia.com diakses 02 Mei
2013.
Anonimous,
2008. Manajemen Broiler Minggu Pertama.http://www.cjfeed.co.id./ index.php?=com_&task=view&id=82&Itemid=101,
diakses 02 Mei 2013.
Anonimous,
2013. Manual Manajemen Broiler CP 707,
http://broilerku.blogspot.com/search/label/AIR%20MINUM,diakses tanggal 10 mei 2013.
Fadillah, Roni., 2007, Panduan Beternak Broiler. Agro Media
Pustaka. Jakarta.
Wiharto, Muharlien, dkk., 1990. Manajemen Ternak Unggas. NUFFIC UNIBRAW. Malang.
Nazir, M., 1999, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia. Jakarta.
Price,C.J., 1978. Poultry Husbandry II, United Nation Development.
Rasyaf, M., 1995. Manajemen Peternakan Ayam Broiler, Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 2007. Beternak Ayam Pedaging, Edisi Revisi XXVII. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunarti, D dan yuwono, L.E.P., 1997. Manajemen Kandang Ayam Ras. PT
Trubus Agri Widaya. Ungaran.
Supriyatna, Edjeng., 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Utun, T., 2012. Teknis Pemeliharaan dan Kebutuhan Ayam
Pedaging (Broiler).http://bertaniternak.blogspot.de/2012/03/teknispemeliharaan -dan-kebutuhan-pakan.html, diakses 07 mei
2013.
Widyastuti, Y.E., 2000. Usaha Tani Ternak dan Tanaman. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wiharto, 1997. Kandang Unggas, Fakultas Peternakan, UNIBRAW. Malang.
Rohman,
dkk. 2000. Budidaya
Ternak Potensial. Penebar Swadaya: Jakarta.
Lampiran
1. Kegiatan PKL Pada Peternakan Milik Bapak Simon Petrus
Lampiran
2. Tampak Ayam Pedaging Berumur 2 Hari
Lampiran
3.
Pemasangan Indukan Ayam Pedaging (brooder)
Lampiran
4.
Pemasangan Wadah Pakan Gantung
Lampiran
5.
Sanitasi Kandang.
Lampiran
6.
Kegiatan Panen Yang Dilakukan Tenaga kerja
Lampiran
7.
Penimbangan
Lampiraan
7. Penyimpanan Ayam Pedaging ke Transportasi Pengangkutan